OPINI – Achmad Sugiarto, CNBC Indonesia
Ada hal menarik pagi hari ini, dan membuat saya terperangah, di dalam diskusi sarapan pagi keluarga, sementara di kepala saya sedang berpikir membesarkan ekosistem vertical nasional, anak saya malah bercerita soal cryptocurrency, padahal dia seorang sarjana kedokteran gigi dari salah satu universitas negeri terbaik meski juga pernah pendidikan di Harvard University.
Pertanyaan saya, kenapa kamu kok tertarik, jawabannya ternyata sangat sederhana, yah karena jadi obrolan kawan-kawan milenial. Wiiiih … yah terpaksa mencari referensi artikel dsb.
Sebuah data terus menunjukkan Cryptocurrency makin populer saat ini. Statista mencatat crypto terpopuler seperti Bitcoin ditransaksikan 330.000 kali per hari pada Desember 2020 dan mencapai 400.000 transaksi pada awal Januari 2021.
Kapitalisasi Bitcoin sendiri telah menembus US$ 1000 miliar atau US$ 1 triliun berdasarkan data terakhirnya. Wow, Saudi Aramco raksasa minyak dunia hanya punya kapitalisasi pasar US$ 1,7 triliun, sementara Microsoft sekitar US$ 1,4 triliun dan Apple sendiri US$ 1,3 triliun.
Statista juga mencatat sebayak 4000 jenis koin sudah ada di dunia. Di mana terdapat juga 63 juta wallet aktif (tempat penyimpanan crypto).
Sebuah survei yang dilakukan CNBC International dan Acorn’s bertajuk ‘Invest in You: Next Gen Investor’ menunjukkan hampir tiga kali lebih banyak investor Milenial dan Gen Z menggunakan cyrpto dibandingkan dengan generasi yang lebih tua.
Bagaimana di Indonesia? CNBC Indonesia menulis artikel berjudul ‘Transaksi Kripto di Indonesia sudah di Atas Rp 400 T’. Atau sekitar Rp 470 triliun dan transaksi per hari mencapai Rp 2,5 triliun sampai Rp 2,7 triliun.
Wamendag Jerry Sambuaga menyatakan para investor kripto ini berkisar antara umur 20 sampai 30 tahun.
Ternyata memang para milenial ini rela menghabiskan dananya untuk masuk ke kripto. CNBC Make It menuliskan alasan kaum muda beralih ke investasi alternatif seperti kripto cukup sederhana: banyak yang belum mempercayai lembaga investasi tradisional!
Mereka lebih suka mengandalkan penelitian pasar yang mereka lakukan sendiri ketimbang menggunakan riset dari lembaga tradisional, seperti penasihat keuangan.
Masih dari CNBC Make It, Ketidakpercayaan atas aset portofolio (termasuk saham) bukanlah satu-satunya hal yang mendorong kaum muda untuk berinvestasi dalam mata uang kripto.
Pertama, banyak yang optimis dan memiliki pandangan yang benar-benar positif tentang teknologi.
Kedua, pada saat yang sama mereka merasa tidak terhubung dengan investasi tradisional, banyak yang menemukan komunitas menyenangkan di ruang kripto.
Mereka ingin berinvestasi di instrumen yang mereka anggap cocok dengan karakter mereka, apakah itu saham, koin, atau aset digital.
Banyak juga Gen Z dan investor milenial muda pada awalnya beralih ke cryptocurrency karena menghindari lembaga keuangan tradisional (bank, bank sentral, manajer investasi, sekuritas atau broker saham).
Ini bukan endorse! Saya hanya menceritakan sebuah fenomena yg terjadi. Apakah saat ini para milenial sudah antipati terhadap instrumen tradisional? Atau mungkin instrumen tradisional yang harus beradaptasi?
Saya pun melihat banyak yg tiba2 berbicara soal aset kripto yang dimilikinya, menarik untuk terus melihat perkembangan dari fenomena ini. Pilihannya, berani coba?
Cryptocurrency, Yay atau Nay?
Leave a Comment