Dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober lalu, di SMAN 1 Jekulo Kudus Jawa Tengah untuk berbagi pengetahuan dan wawasan tentang inovasi di depan para guru dan siswa kelas 12. “One Student, One Employee, One Innovation” adalah gerakan yang penulis rintis dalam beberapa tahun terakhir dan sudah banyak kampus yang dikunjungi. Buku Unleashing Innovation with SPRINT+: How Organizations Can Cultivate Innovation Catalysts (Achmad Soegiarto, 2024) menjadi panduan praktis bagi siapapun untuk menghasilkan inovasi berimpak. Kudus sendiri dikenal sebagai daerah yang berkembang karena industrinya dan memiliki kearifan ajaran nilai-nilai dari Sunan Kudus dan Sunan Muria seperti pentingnya memperbagus akhlak, pintar mengaji, dan berdagang. Dalam hal ini, setiap orang didorong untuk memiliki attitude baik, memiliki pengetahuan dan kapabilitas, serta entrepreneur.
Pada kesempatan itu, penulis menyampaikan tentang pentingnya SMA mendorong inovasi para muridnya. Dengan jumlah 1.055 murid, bukan tidak mungkin kelak akan lahir inovator dari siswa. Kolaborasi dengan melibatkan ekosistem industri dalam penciptaan inovasi di dunia pendidikan menjadi hal yang sangat penting dan perlu di-alignment dalam menggerakkan inovasi nasional. Menurut studi lembaga CoSN Driving K-12 Innovation (2025) bahwa inovasi menjadi salah satu kapabilitas penting yang harus dimiliki oleh siswa di berbagai jenjang level pendidikan (K-12, from kindergarten to high school).
Menurut survei global World Economic Forum (2025) 4.000 anak muda di 140 negara, usia ideal untuk melakukan inovasi adalah 15 tahun. Artinya, dimulai sejak anak kelas satu SMA (15 tahun). Berpikir kreatif dan inovatif sangat penting bagi usia muda (15 tahun/SMA) karena pada tahap ini mereka sedang berada di masa pembentukan identitas, arah minat, dan kesiapan menuju dunia nyata (baik kuliah maupun kerja).
Dan, menurut banyak pakar, sekolah adalah impactful innovation environment penting dalam menghasilkan inovasi-inovasi yang kelak berdampak bagi murid ataupun lingkungannya. Menurut Paul Hobcraft (2023), impactful innovation environment adalah sebuah atmosfer dimana setiap orang merasa bebas dan terbuka untuk mengemukakan ide, berbagi dengan teman-temannya, dan menghargai setiap ide untuk dieksekusi hingga menghasilkan dampak bagi bisnis ataupun masyarakat.
Oleh karena itu, peran guru dalam pendidikan pun menjadi sangat penting. Mereka dapat menjadi mentor, dan sekolah adalah pusat inkubator untuk mengakselerasi inovasi melalui kolaborasi dengan Pemerintah atau industri setempat. Mengapa inovasi penting untuk anak muda? Menurut Pranay Patel (2025) bahwa karakter dan personalitas para murid dapat dibentuk dengan Trait Theory Big Five Humanistic. Para pakar menyebutnya sebagai OCEAN yang terdiri dari Opennes to Experience (kemauan untuk mencoba sesuatu yang baru), Conscientiousness (kemauan untuk menyelesaikan persoalan), Extraversion (kemampuan bersosialisasi) Agreeableness (bekerjasama), dan Neuroticism (kemampuan mengendalikan perilaku buruk).

Apalagi, di Amerika Serikat, dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, para sekolah di berbagai jenjang telah mendorong para muridnya untuk melakukan inovasi. Melalui teknologi augmented & virtual reality, anak-anak didorong untuk mengerjakan project-based learning dari lapangan secara digital. Para siswa sekolah dapat mulai berinovasi dengan mengidentifikasi permasalahan masyarakat dan merancang solusi aplikasi, menciptakan permainan bertema Science, Technology, Engineering, & Mathematics (STEM), atau menciptakan produk dan proses baru. Membina pendekatan coba-coba tanpa takut dihakimi juga penting untuk mengembangkan pemikiran inovatif di usia ini.
Di dunia yang berkembang dengan sangat cepat, pendidikan tidak bisa statis. Menghafal fakta atau lulus ujian saja tidak cukup. Untuk menghadap masa depan dibutuhkan kemampuan analisa, berpikir, kreativitas, inovasi, dan disruptor. Dengan demikian, menurut Tom Vander Ark (2021), kita perlu mendefinisikan ulang ruang kelas sebagai pusat inkubasi kreativitas dan kewirausahaan untuk menumbuhkan ide-ide berani, menganalisa permasalahan sekitar, embrace the failure, dan membekali siswa dengan panduan menciptakan terobosan-terobosan.
Berdasarkan studi beberapa pakar dan benchmark di negara-negara maju, kami dapat memetakan bagaimana proses berinovasi dapat dilakukan di jenjang sekolah anak SMA. Terdapat 7 tahapan bagaimana sekolah dapat mendorong inovasi para muridnya.

#01 Creativity Meets Action
Pada dasarnya, kreativitas bukanlah bakat alami (innate gift), melainkan keterampilan yang dapat dipupuk, diasah, dan diterapkan. Untuk memacu kreativitas, maka para siswa ditantang (challenged) oleh masalah untuk mampu memecahkannya. Dengan begitu, mereka akan belajar menghadapi tantangan dengan rasa ingin tahu (curiosity) dan ketahanan (resilience), mengubah konsep abstrak menjadi solusi nyata.
Dengan demikian, kreativitas pada anak harus dipertemukan dengan kondisi di lapangan. Mereka tidak hanya diajarkan berterori, tetapi memecahkan langsung persoalan di lapangan yang membuat mereka harus berpikir kreatif, inovatif dan out of the box.
Di Amerika Serikat, anak-anak sekolah dipacu untuk mengenali lingkungan dan masalah di sekitar. Misalnya, mereka menemukan masalah dalam pengelolaan sampah (waste management) di sekolah. Anak-anak diminta menyusun pitch deck dari analisa permasalahan, solusi yang ditawarkan, business plan, hingga tim eksekutornya. Dengan demikian, anak-anak didorong berpikir kreatif dan action-oriented dalam memecahkan masalah.
#02 Teaching Beyond the Classroom
Bagi pakar psikologi, ruang kelas tradisional seringkali menghambat kreativitas, karena anak-anak kerapkali belajar dari metode-metode konvensional. Mereka terpaku pada kurikulum semata dengan metode menghafal.
Oleh karena itu, dalam mendorong inovasi di sekolah, belajar tidaklah harus terpaku pada ruang kelas. Untuk menumbuhkan ide-ide kreatif, para siswa dapat diajarkan tentang hal-hal di luar kelas, dipacu untuk menganalisa permasalahan dan bagaimana memecahkannya.
Contohnya, untuk menerapkan hal tersebut, beberapa sekolah menerapkan projec-based learning. Ini adalah metode pengajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan mengerjakan tantangan dunia nyata (real-world) yang kompleks dalam jangka waktu tertentu. Alih-alih menghafal, siswa secara aktif menyelidiki pertanyaan atau masalah autentik, mengembangkan keterampilan seperti berpikir kritis, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Guru berperan sebagai fasilitator, membimbing siswa melalui proses penciptaan produk atau solusi.

#03 “Failure Fridays”
Dalam menanamkan kreativitas dan inovasi, kegagalan bukan sesuatu yang buruk (bad). Kegagalan harus selalu dimaknai sebagai hikmah pembelajaran dan kesempatan untuk berbenah (room for improvement). Dengan cara ini, mindset tersebut membantu siswa membangun ketahanan dan mengembangkan pola pikir berkembang.
Failure Friday adalah metode evaluasi pembelajaran inovasi yang diterapkan pada sebuah sekolah di Boston. Hari Jumat adalah hari terakhir pembelajaran resmi di kelas dalam satu minggu. Setiap murid diberi kesempatan untuk mempresentasikan ide-ide & prototype proyeknya, dan mendapatkan feedback dari guru ataupun siswa lainnya.
Dari masukan-masukan tersebut, para siswa memiliki kesempatan untuk terus memvalidasi produk/solusinya hingga dianggap bagus dan bisa memecahkan persoalan yang disasarnya. Dengan metode “Failure Friday” ini, para siswa diharapkan bisa terus memiliki semangat untuk belajar dan berinovasi.

#04 Collaborative Approach
Collaborative approach adalah pendekatan yang melibatkan orang untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama, alih-alih bekerja secara individual. Hal ini dapat dilihat dalam pendidikan melalui metode seperti proyek kelompok, manajemen proyek, di mana tim berbagi akuntabilitas dan informasi. Elemen kuncinya meliputi tanggung jawab bersama, partisipasi aktif dari semua anggota, dan penciptaan inovasi produk bersama.
Dalam menumbuhkan semangat berinovasi, semangat kolaborasi menjadi bagian penting para siswa untuk menghasilkan pembelajaran. Mereka mau tidak mau dipacu untuk bisa bekerja dalam tim, terbuka untuk brainstorming sessions, spirit tim, solidaritas, komunikasi, dan lainnya.
Menurut studi OECD Innovations in Education and Skills (2024) bahwa keterampilan penting yang diperoleh siswa dalam berinovasi ialah kemampuan untuk bekerjasama. Dengan bekerjasama, mereka menyadari tentang pentingnya semangat untuk menyelesaikan persoalan demi kepentingan bersama.
Yang tak kalah menarik adalah bagaimana mereka bisa menghadapi situasi real-world exporsure, yakni bagaimana bekerjasama dengan pihak eksternal, kolaborasi dengan industri, ataupun bekerjasama dengan Pemerintah.
#05 Entrepreneurship as the New Literacy
Ketika para siswa didorong untuk melakukan inovasi, maka mereka pun harus mulai familiar menggunakan istilah-istilah di dunia bisnis, kewirausahaan, dan teknologi, yang menuntut untuk bisa membuat pitch deck. Dengan demikian, mau tidak mau, ini menjadi istilah yang akrab dengan para siswa.
Mereka akan familiar bagaimana membuat business plan, marketing, branding, melakukan riset pasar, market segmentation, financial management, dan lainnya. Dengan demikian, mereka dapat semakin melek terhadap literasi.

#06 Creating Future-Ready Innovators
Dengan semangat berinovasi, sekolah akan mendorong para siswa untuk menjadi inovator yang siap menghadapi masa depan (future-ready innovators). Mereka akan dipacu untuk belajar memahami teknologi yang sedang berkembang seperti AI, robotics ataupun blockchain. Lalu, mereka juga akan belajar tentang soft-skill kepemimpinan seperti empati dan komunikasi.
Di sekolah-sekolah Amerika Serikat, para guru lazim bekerjasama dengan lembaga-lembaga studi untuk memberi pengetahuan kepada murid tentang perkembangan tren teknologi, bisnis ke depan, dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi. Dengan cara ini, para murid dipacu untuk mengetahui dunia seperti apa yang akan mereka hadapi. Dari sini, para siswa diberi tugas untuk mengetahui inovasi apa yang sebaiknya mereka kembangkan.

#07 Play, Learn, Innovate
Untuk memacu ide-ide inovasi, maka metode pengajaran di dalam kelas pun menitikberatkan pada gamifying yakni belajar, bermain dan berinovasi. Play, learn, and innovate. Inovasi setiap siswa dinilai dan akan mendapatkan rewards. Metode ini dapat memicu para siswa untuk terus semangat menghasilkan inovasi.
Gamification di sini juga meliputi bagaimana para siswa untuk ikut serta dalam kompetisi. Dalam hal ini, mereka dipacu untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya memperoleh achievement di dunia nyata.

The Roles of the Teacher in Innovation
Dari semua tahapan itu, guru memiliki peran krusial untuk mendukung iklim inovasi di sekolah. Menurut studi Stanford Graduate School of Business (2024), guru (teacher) sangat penting dalam mendukung iklim inovasi (innovation environment) di kalangan anak muda. Mereka berperan sebagai fasilitator, mentor, dan motivator yang menciptakan lingkungan belajar yang menumbuhkan kreativitas dan critical thinking bagi siswa.
- Facilitators and mentors: Guru membimbing siswa melalui eksplorasi (exploration) dan pemecahan masalah (problem-solving).
- Motivators: Mereka menginspirasi dan mendorong siswa untuk berpikir creative dan kritis.
- Implementers of new methods: Guru punya tanggung jawab untuk mengintegrasikan perkembangan teknologi/pengetahuan baru dengan strategi pengajaran meningkatkan wawasan siswa.
- Skills developers: Guru dapat membantu mengembangkan keterampilan siswa (new skill developer) dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan.
- Problem solvers: Dengan menerapkan pembelajaran project-based learning, guru bisa membantu murid untuk memecahkan permasalahan.
Kesiimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah, khususnya jenjang SMA, berperan penting dalam menumbuhkan inovasi dan kreativitas siswa sejak usia muda (15–30 tahun). Guru berfungsi sebagai fasilitator, mentor, dan motivator dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendorong berpikir kritis dan inovatif. Untuk mencapai hal ini, sekolah perlu menerapkan pendekatan berbasis proyek (project-based learning), pembelajaran kolaboratif, dan metode “Failure Fridays” yang menekankan pentingnya belajar dari kegagalan.
Selain itu, siswa juga harus dibekali literasi kewirausahaan, teknologi masa depan seperti AI dan robotika, serta pembelajaran berbasis permainan (gamification) untuk menjaga semangat berinovasi. Dengan menggabungkan kreativitas, kolaborasi, dan dukungan guru, sekolah dapat menjadi inkubator ide yang melahirkan generasi muda berkarakter, tangguh, dan siap menghadapi tantangan masa depan. []
REFERENSI
CoSN, Driving K-12 Innovation: 2025 Hurdles, Accelerator, Tech Enablers, 2025.
Katerina Hoskova, Young People Are Today’s Social Innovators: Are We Ready to Support Them? World Economic Forum, Aug 26, 2025.
Jeremy Sutton, Ph.D., Using the Big Five Personality Traits (OCEAN) in Practice, PositivePsychology, 2 May 2025.
Pranay Patel, The Evolution of Personality Theories: A Journey through Key Theoretical Frameworks, ResearchGate, March 2025.
Leila Hoteit, Maya El Hachem, Miho Orimo, Ammar Al-Hajjar, Ibrahim Nahas, and Celine Dibo, The Power of Disruption in K-12 Education, Boston Consulting Group, December 16, 2024.
OECD, Innovations in Education and Skills: Fostering Students’ Creativity and Critical Thinking: What it Means in School, 2024.
David B. Palumbo, Unlocking Innovation and Student Success in K-12 Education: The Power of Idea Monkeys and Ring Leaders, Medium, Jun 11, 2024.
StandTogether, Innovation in Education Could Transform Schools If We Let It, August 2025.
Think Schools, From Idea to Impact: How Can Schools Drive Innovation, Think International Schools, 23 Nov 2024
Eduardo Velez Bustillo, Why is Education More Important Today Than Ever? Innovation, World Bank, February 14, 2023.
Paul Hobcraft, How to Create an Impactful Innovation Environment, Hyper Innovation, Jun 21, 2023.
Greg Satell, Innovation Programs In Schools Can Help Kids Learn More Than Just Facts, Digital Tonto, June 14, 2017.
Carnegie Foundation, Revolutionizing K-12 Learning: The Rise of Innovative Models in Student-Centered Education, August 3, 2023.
John Jong-Hyun Kim, Technology Innovations in K-12 Education, HBS Edu, August 2015.
Aaron K. Chatterji, Innovation and American K–12 Education, Duke University and NBER, April 18, 2017.
A.J. Juliani, 10 Ways to Make Innovation Real in Your School, Apr 28, 2017.



Leave a Comment