Berdasarkan hasil desk research yang dilakukan, penulis melihat ada sebuah big trend yang sebaiknya diperhatikan untuk merumuskan strategi bisnis di tahun 2025 yakni “selling emotions, not product or services“. Ada dua alasan.
Pertama, smart customer. Dalam survei Voice of the Customer 2024, PwC menemukan bahwa konsumen mulai bangkit dari pandemi Covid-19 tetapi mereka masih bijak dalam konsumsi sehingga disebut smart customer. Implikasinya, mereka akan sensitif dalam memilih produk/layanan. Mereka cenderung cari produk bukan kaleng-kaleng dalam melihat value-nya.
Lalu, produk atau layanan apa yang mereka pilih? Menurut sebuah survei oleh startup Fractl disebutkan bahwa mereka memilih produk yang sesuai dengan aspirasi (produk yang merepresentasikan personal). Produk/layanan yang menjual dengan pendekatan emosional lebih disukai.
Kedua, menurut Fractl, “selling emotions, not products or services” ini merupakan metode pendekatan yang dinilai cepat viral. Hal ini dikarenakan kekuatan storytelling, positive vibes, diferensiasi, dan pengalaman interaksi. Brand-brand yang dengan pendekatan emosional ini lebih disukai.
Oleh karena itu, bagi banyak pakar bisnis, seperti Robert Cialdini dalam Influence: The Psychology of Persuasion, “selling emotion, not products” menjadi strategi bisnis yang powerful untuk mengajak konsumen memiliki koneksi emosi dengan brand. Mereka terkoneksi bukan karena sekadar fitur produk atau layanan, melainkan personal experience, aspirasi, status harapan, dan kedekatan emosi.
APPLE menjual INOVASI, bukan devices.
ROLEX menjual STATUS, bukan jam tangan.
LEGO menjual KREATIVITAS, bukan mainan.
NIKE menjual MOTIVASI, bukan sepatu.
FERRARI menjual PASSION, bukan mobil.
COCA-COLA menjual KEBAHAGIAAN, bukan minuman.
TESLA menjual MASA DEPAN, bukan mobil.
SPRINT+ menjual BEHAVIOR, bukan buku.
Referensi
Robert B Cialdini, Influence: The Psychology of Persuasion (New and Expanded), Harper Business, 2021.
Wided Batat, Experiential Marketing; Case Studies in Customer Experience, Routledge, 2021.
Mark Abraham, Personalized: Customer Strategy in the Age of AI, Harvard Business Review Press, 2024.
PwC, Voice of the Customer 2024: A Survey, 2024.
Kelsey Libert, The Role of Emotions in Viral Content, 2024.
Why Selling Emotions
#1 Stronger Connections: Menjual dengan emosi dikatakan powerful karena orang-orang cenderung mengingat bagaimana sesuatu yang membuat mereka merasa lebih dari sekadar apa yang sebenarnya terjadi. Pengalaman emosional menciptakan kesan yang bertahan lama.
#2 Differentiation: Di dalam lanskap bisnis yang kompetitif, daya tarik emosional dapat membantu brand terlihat menonjol. Pengalaman emosional lebih sulit ditiru daripada fitur produk.
#3 Higher Value Perception: Produk yang dikaitkan dengan emosi positif seringkali memiliki nilai yang lebih tinggi. Lihatlah bagaimana merek-merek yang menjual dengan emosi bisa memberikan pengalaman yang membangkitkan status, kegembiraan, atau eksklusivitas.
#4 Brand Loyalty: Resonansi emosional dapat membangun kepercayaan dan loyalitas. Brand yang menjual dengan emosi bisa menumbuhkan hubungan mendalam dengan konsumen, sehingga mereka cenderung loyal dan advocate. Lihatlah bagaimana pelanggan Apple itu sangat loyal.
How to Sell Emotions
#1 Storytelling: Gunakan storytelling yang mencerminkan aspirasi, tantangan, atau nilai audiens Anda. Kisah-kisah hebat mengundang empati dan inspirasi. Nike menjual inspirasi dan empowering melalui kampanye “Just Do It“, memanfaatkan keinginan orang untuk mengatasi rintangan dan mencapai kehebatan.
#2 Focus on Benefits Over Features: Menjual dengan emosional ialah bagaimana suatu produk dapat meningkatkan kehidupan pelanggan, bukan mempromosikan fitur spesifikasinya. Tesla dinilai mampu menjual visi masa depan yang berkelanjutan (sustainable future), termasuk harapan, kesadaran lingkungan (environmental consciousness), dan optimisme teknologi. Ketika orang membeli Tesla, mereka merasa telah berpartisipasi dalam gerakan menuju energi yang lebih bersih, inovasi teknologi, dan progressive thinking.
#3 Appeal to Core Desires: Manfaatkan emosi universal seperti kebahagiaan, cinta, ketakutan, dan rasa memiliki. Iklan Coca-Cola bukan tentang sekadar minuman, melainkan tentang kegembiraan dan kebersamaan (togetherness & happiness).
#4 Engage the Senses: Pemasaran multisensori (suara, sentuhan, rasa) memperdalam dampak emosional. Misalnya, Ferrari menawarkan pada performa mesin bertenaga kuda yang bisa didengarkan dan dirasakan Ketika mengendarainya.
#5 Show Real People: Testimoni autentik, konten yang dibuat pengguna, atau kisah sukses di kehidupan nyata lebih berkesan daripada sekadar klaim. Kemunculan foto astronot Buzz Aldrin yang mendarat di bulan dengan mengenakan jam Omega Speedmaster Moonwatch membuat jam itu dinilai berkualitas tinggi hingga bisa di bawa ke bulan.
So, you should SELL EMOTIONS, not products or services.
Leave a Comment