Suatu kebanggaan kami saat silaturahmi Lebaran 2024 kesempatan berdiskusi duduk satu meja dengan VVIP dan pelaku industri negeri ini, bagaimana sebaiknya transformasi bisnis di segala bidang agar tidak mati dan siap menghadapi tantangan teknologi. Berbekal pengalaman dan studi literatur, penulis menyampaikan konsep tentang pentingnya “merangkul masa depan” dalam merancang strategi bisnis hari ini. Istilah yang penulis sampaikan saat itu merupakan kompilasi dari yang pernah dimuat dalam blog ini sebelumnya yaitu Embracing the Future: Shaping Leaders Start from Today, Spiritual Innovation: How Spiritual Values Can Drive Business Business Innovation, dan The Technology Trends That Will Change in 2024, Requires A Heroic Cowboy Figure.
Mengapa melihat masa depan untuk merumuskan strategi bisnis hari ini itu sangat penting? Menurut Amy Webb, pakar futurist bisnis dari Harvard Business School mengatakan bahwa pelaku bisnis dapat belajar dari cara berpikir dan pendekatan para futuris. Dalam artikelnya How to Do Strategic Planning Like a Futurist (2019), Amy mengatakan untuk setiap ketidakpastian mengenai masa depan – baik itu risiko, peluang, atau pertumbuhan – kita cenderung berpikir dalam jangka pendek dan jangka panjang secara tidak bersamaan. Menurutnya, pelaku bisnis harus belajar mengukur kepastian dan memetakan tindakan dengan tidak bergantung pada garis waktu linier. Di sini, fungsi Chief Strategy Officer menjadi penting dalam memfasilitasi pertemuan “visioning” untuk brainstorming ide-ide dan pemikiran kritis tentang masa depan. Misalnya, Amy mencontohkan tentang melihat perkembangan teknologi. Bukunya The Genesis Machine (2022) merupakan studi tentang masa depan perkembangan teknologi biologi di masa depan yang harus dikaji organisasi bisnis.
References
Amy Webb “Bringing True Strategic Foresight Back to Business”, Harvard Business Review, 2024.
Rebecca Newton, et. al., “How to Become a Transformational Leader”, London School of Economics, 2024.
Vijay Govindarajan & Venkat Venkatraman, Fusion Strategy: How Real-Time Data and AI Will Power the Industrial Future, Harvard Business Review Press, 2024.
Amy Webb & Andrew Hessel, The Genesis Machine: Our Quest to Rewrite Life in the Age of Synthetic Biology, PublicAffairs, 2022.
Rita McGrath, “Does Your Strategy Have a Spine?”, Harvard Business Review, 2022.
Fred Reichheld, Winning on Purpose: The Unbeatable Strategy of Loving Customers, Harvard Business Review Press, 2021.
McKinsey, Organizing for the Future: Nine Keys to Becoming A Future-Ready Company, McKinsey Insight, 2021.
World Economic Forum, Future Readiness of SMEs: Mobilizing the SME Sector to Drive Widespread Sustainability and Prosperity, WEF, 2021.
J. Peter Scoblic, “Learning from the Future”, Harvard Business Review, 2020.
Amy Webb, “How to Do Strategic Planning Like a Futurist”, Harvard Business Review, 2019.
Alex Hill “How Winning Organizations Last 100 Years”, Harvard Business Review, 2018.
Amy Webb, The Signals Are Talking: Why Today’s Fringe is Tomorrow’s Mainstream, PublicAffairs, 2018.
Derek Matthews, “Are You A Transactional Or Transformational Leader?” Forbes, 2018. Robert S. Kaplan & David P. Norton, The Strategy-Focused Organization: How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment, Harvard Business Press, 2000.
Oleh karena melihat pentingnya melihat masa depan untuk merumuskan strategi, maka penulis mendorong agar perusahaan saat ini menjadi future-ready company. Menurut World Economic Forum dalam laporannya Future Readiness of SMEs (2021), future-ready company didefinisikan sebagai kemampuan dan orientasi organisasi yang memungkinkan perusahaan berhasil merespons disrupsi dan memanfaatkannya menjadi peluang secara terus-menerus. Dalam laporannya, World Economic Forum (WEF) mengukur future readiness itu berdasarkan tiga hal. Pertama, sustainable growth yakni performa keuangan dibandingkan tiga tahun lalu, tingkat inovasi dalam mampu melayani kebutuhan produk/layanan target pasar, dan mampu mengembangkan teknik pemasaran serta adopsi teknologi terbaru. Kedua, societal impact yakni bagaimana perusahaan mengejar Social Development Goals (SDGs) melalui berbagai program yang menghasilkan kontribusi positif ke masyarakat, lingkungan, dan sejalan dengan strategi perusahaan. Ketiga, adaptive capacity yakni kemampuan daya tahan, mampu bangkit dalam situasi terpuruk, dan bergerak lincah secara cepat untuk menghasilkan produk/layanan agar tetap relevan untuk target pasar.
Future-ready company didefinisikan sebagai kemampuan dan orientasi organisasi yang memungkinkan perusahaan berhasil merespons disrupsi dan memanfaatkannya menjadi peluang secara terus-menerus.achmad soegiarto
Dalam laporan lain yang disusun McKinsey Organizing for the Future: Nine Keys to Becoming A Future-Ready Company (2021) bahwa future-ready company hasil riset terhadap 30 perusahaan terkemuka mengenai praktek organisasi perusahaan bagaimana mengelola tren masa depan (organizing the future trend), McKinsey menemukan bahwa perusahaan yang siap menghadapi masa depan (future-ready). Ketiga karakteristik itu ialah mereka tahu siapa dirinya dan apa yang mereka perjuangkan (they know who they are and what they stand for); mereka beroperasi dengan fokus pada kecepatan dan kesederhanaan (they operate with a fixation on speed and simplicity); dan mereka tumbuh dengan meningkatkan kemampuan mereka untuk belajar, berinovasi, dan mencari ide-ide bagus tanpa memandang asal usulnya (they grow by scaling up their ability to learn, innovate, and seek good ideas regardless of their origin). Dengan menerapkan hal mendasar ini, perusahaan akan meningkatkan peluang mereka untuk berhasil dalam kondisi normal berikutnya. “By embracing these fundamentals, companies will improve their odds of thriving in the next normal,” tulisnya.
Dari benchmark itu, McKinsey menyebutkan tentang pentingnya 9 elemen agar perusahaan siap menghadapi masa depan yakni siapa kita (who we are), bagaimana kita beroperasi (how we operate), dan bagaimana kita tumbuh (how we grow). Pertama, siapa kita (who we are) yang meliputi berani berpijak pada purpose (take a stance on purpose), mempertajam agenda nilai (sharpen your value agenda), dan gunakan budaya sebagai “saus rahasia” (use culture as your “secret sauce”). Kedua, bagaimana kita beroperasi (how we operate) yakni mengupayakan struktur yang sederhana (radically flatten structure), (turbocharge decision making), dan perlakukan talenta sebagai aset berharga daripada modal (treat talent as scarer then capital). Ketiga, bagaimana kita tumbuh (how we grow) yakni berani ambil perspektif ekosistem (take an ecosystem perspective), membangun platform teknologi yang kaya data (build data-rich tech platforms), dan mengeakselerasi pembelajaran organisasi (accelerate organizational learning).
Core & Two-Way Simultaneous
Penulis mengembangkan suatu model alur bagaimana dalam menciptakan organisasi future-ready company agar lebih cepat (faster), modern (Mastery, cOol, afforDable, lifEstyle, Robust, ExperieNce), dan sustain (short & long-term), dengan Core & Two-Way Simultaneous yakni:
- Embracing The Future (Core)
- Transformational Leader (Two-Way Simultaneous)
- Transformation, A New Roadmap For Success (Two-Way Simultaneous)
- Leading Purpose
- Corporate Strategy
- 3 National Strategic-Focused
Menciptakan organisasi future-ready company agar lebih cepat (faster), modern (Mastery, cOol, afforDable, lifEstyle, Robust, ExperieNce), dan sustain (short & long-term), dengan Core & Two-Way Simultaneous.Achmad soegiarto
Contohnya, bulan lalu, pakar inovasi dan transformasi Vijay Govindarajan & Venkat Venkatraman merilis buku Fusion Strategy: How Real-Time Data and AI Will Power the Industrial Future (2024). Buku ini perpaduan antara kajian tentang masa depan dan bagaimana merumuskan strateginya di hari ini. Menariknya, sang penulis buku ini memaparkan tentang fusion strategy, yang menggabungkan antara datagraph, artificial intelligence, dan physical untuk melayani konsumen dalam kontestasi industri di masa depan. Buku ini memberi insight bagaimana pemain inkumben heavy-asset dapat bertransformasi layaknya perusahaan light-asset. Inilah contoh bagaimana tren AI ke depan berusaha diimplementasikan pada pengembangan produk/layanan perusahaan saat ini.
#1 Embracing the Future
Langkah pertama untuk membentuk future-ready company adalah embracing the future. Ia harus melihat ke depan sebagai cara merumuskan strategi hari ini. Dalam studi bisnis, embracing the future ini mirip dengan strategic foresight. Menurut Amy Webb dalam artikelnya Bringing True Strategic Foresight Back to Business (2024) di Harvard Business Review mengatakan bahwa strategic foresight sebagai sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi apa yang harus dilakukan (identify where to play), bagaimana meraih kemenangan di masa depan (how to win in the future), dan bagaimana memastikan ketahanan organisasi dalam menghadapi disrupsi yang tidak terduga (how to ensure organizational resiliency in the face of unforeseen disruption).
Dalam artikelnya Learning from the Future (2020) di Harvard Business Review, J. Peter Scoblic menyebutkan strategic foresight bertujuan untuk untuk membantu organisasi membayangkan berbagai masa depan dengan cara yang memungkinkan mereka merasakan dan beradaptasi terhadap perubahan. Tools yang dikenal secara luas adalah scenario planning. Organisasi diharapkan mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan masa depan, mengidentifikasi strategi yang diperlukan di seluruh organisasi, dan menerapkan strategi tersebut mulai dari sekarang. Tidak cukup sesekali exercises, tetapi menurut Scoblic harus menginternalisasi proses itu, sehingga mampu membangun dinamika yang menghubungkan antara berpikir tentang masa depan dan bertindak saat ini (thinking about the future and taking action in the present).
Penulis sudah sering mengatakan bahwa future-ready company harus melihat milestone target penting bagi negara ini sebagai upaya melahirkan inovasi dan pemimpin transformatif. Dengan melihat cakrawala waktu ke depan, maka future-ready company hari ini diharapkan bisa melahirkan inovasi untuk masa kini dan menyelamatkan masa depan. Dengan melihat cakrawala waktu ke depan, maka future-ready company hari ini diharapkan bisa melahirkan inovasi untuk masa kini dan menyelamatkan masa depan.Achmad soegiarto
#2 Transformational Leader
Menurut Derek Matthews, transformational leader punya perhatian besar terhadap pengembangan people. Transformational leader berpikir jangka panjang, sementara transactional leader berpikir jangka pendek. Misalnya, para pakar dari London School of Economics mengidentifikasi, transformational leader itu memperhatikan kebutuhan anak buah, meningkatkan motivasi mereka, dan menyediakan kerangka etis dalam pengambilan keputusan. Dengan melakukan hal ini, pemimpin transformasional dapat menciptakan perubahan di dalam diri manusia dan juga di dalam organisasi.
Penulis berkeyakinan bahwa transformational leader itu leader creates leader. Mendorong pembentukan kepemimpinan dengan corporate culture dan intellectual stimulus untuk menghasilkan inovasi. Ketika kami menginisiasi gerakan “1 people, 1 innovation” yang berhasil meraih Educational Leader of the Year dan Outstanding Contribution in Education (Asia Education Award 3rd December 2023), penulis ingin mendorong terciptanya mesin leader creates leaders, agar mampu menghasilkan pemimpin transformatif (transformational leader), seperti diungkapkan Saul Mcleod, Ph.D., dalam tulisannya Transformational Leadership Style: How To Inspire And Motivate (2023).
#3 Transformation, A New Roadmap for Success
Langkah terakhir untuk mempersiapkan future-ready company adalah mempersiapkan transformasi untuk peta jalan baru menuju kesuksesan. Transformation: a new roadmap for success. Transformasi ini harus meliputi tiga aspek yakni teknologi, segmen usaha, dan alat ukur. Pertama, melihat tren teknologi yang sedang berkembang saat ini. Ini telah kami tulis pada artikel sebelumnya tentang technology trends in 2024. Kedua, menggerakkan anak usaha (subsidiary movement) yang meliputi pemetaan portofolio, dan segmentasi pasar berdasarkan kategori B2B, B2C, B2G, ataupun hybrid. Ketiga, menyiapkan alat-alat ukur untuk bisa mengevaluasi performa yakni meliputi global innovation index, culture of innovation, dan salespeople acceleration.
#4 Leading Purpose
Untuk menjadi the centennials (perusahaan yang melampaui 100 tahun) hal ini menjadi sangat penting untuk didefinisikan dalam semua transformasi yang ingin dicapai.
Menurut Fred Reichheld dalam buku Winning on Purpose (2021), purpose didefinisikan sebagai tujuan akhir yang hendak dicapai organisasi perusahaan. Kepemimpinan, strategi yang digunakan, karyawan, teknologi ataupun model bisnis boleh silih-berganti, tetapi purpose harus menjadi pegangan dan kompas dalam organisasi perusahaan. Oleh karena itu, Misalnya, strategi boleh berganti mengikuti situasi dan adaptasi terhadap keadaan yang ada, tetapi purpose adalah misi end-goal yang dijadikan kompas sebagai panduan menyusun strategi.
Menurut Alex Hill dalam How Winning Organizations Last 100 Years (2018) di Harvard Business Review, dengan purpose yang dimiliki, mereka berani melihat 20-30 tahun ke depan, berusaha memahami bagaimana masyarakat berkembang dan dibentuk, lalu bagaimana mereka dapat turut terlibat dan berkontribusi, serta bagaimana mereka memperoleh talenta untuk mendukungnya. Leading with purpose digerakkan oleh keinginan untuk mampu bertahan hingga seratus tahun (the centennials).
#5 Corporate Strategy
Bila didefinisikan, corporate strategy adalah strategi yang disusun berupa plan, goals atau arah yang harus diikuti oleh perusahaan, dan rencana tersebut terdiri dari tugas-tugas yang menggambarkan misi perusahaan. Sebagai best practice, misalnya yaitu Corporate Strategic Scenario Telkom Indonesia, yang mengatur dengan jelas Strategic Situation Analysis (SSA), Strategy Formulation (SF), Strategy Implementation (SI), dan Strategy Evaluation & Control (SEC).
Corpoarate strategy mencatat dan mengukur keberhasilan perusahaan, menurut Rita McGrath dalam tulisannya Does Your Strategy Have a Spine? (2022) Harvard Business Review, corporate strategy penting dikomunikasikan secara jelas. Kuncinya adalah strategy spine (mencolok sehingga terlihat jelas). Corporate strategy harus dimulai dengan imajinasi, seperti apa lima tahun ke dapan dan bagaimana menuju masa depan yang sukses.Achmad soegiarto
Corporate strategy harus dimulai dengan imajinasi, seperti apa lima tahun ke dapan dan bagaimana menuju masa depan yang sukses. Seperti apa kesuksesan itu? Pilihan apa yang memungkinkannya? Kemudian, berdasarkan gambaran masa depan ini, mereka dapat mengisi enam elemen dasar strategi mereka: sumber pendapatan yang direncanakan (planned sources of revenue), asumsi operasional utama (key operating assumptions), tujuan utama (key goals), implikasi pendapatan dari tujuan dan asumsi tersebut (revenue implications of those goals and assumptions), investasi yang diperlukan (investments needed), dan kebutuhan infrastruktur tambahan (additional infrastructure needs). Dan, para eksekutif harus mampu menerjemahkan corporate strategy secara sederhana agar bisa dipahami semua level pemimpin. Menurut pengalaman penulis, corporate strategy juga bagaimana melakukan benchmark terhadap best practice terkait industri (global), teknologi yang tren (technology), industri dan ekosistemnya (industry & ecosystem), dan isu nasional (national issue) yakni kedaulatan/kemandirian (sovereignty), semua harus terukur!.
#6 3 National Strategic-Focused
Menurut Robert S. Kaplan & David P. Norton dalam buku klasiknya The Strategy-Focused Organization (2000), organisasi perusahaan harus memiliki strategic-focused agar memiliki prioritas utama, panduan, pegangan dan arah yang jelas untuk mencapai tujuannya. Untuk itu, strategic-focused merupakan bagian dari alat ukur untuk mengevaluasi kinerja future-company, sejauhmana pencapaian itu relate dengan masa depan yang dikajinya.
Untuk mempersiapkan future-ready company, penulis melihat 3 national strategic-focused yaitu fokus strategis yang diharapkan bisa berkontribusi secara nasional. Pertama, tren teknologi ekosistem (ecosystem technology trends), dimana future-ready company menjadi bagian dari perkembangan teknologi ekosistem dalam lingkup industrinya secara nasional dan global. Kedua, efektivitas portofolio yaitu bagaimana memberikan warisan untuk selalu berbenah (legacy to improve) dan ekosistem terintegrasi (integrated ecosystem). Ketiga, people & process yakni meliputi leaderaholic (orang yang berani menjadi leader), one people, one innovation (1 rakyat, 1 inovasi), dan tata kelola baik (good governance).
Kesimpulan
Dari paparan di atas, penulis yakin bahwa untuk menghasilkan para inovator dan organisasi bisnis yang tangguh bisa survive di masa depan, maka diperlukan pembentukan future-ready company. Berdasarkan pengalaman dan studi literatur yang penulis lakukan, ada enam langkah bagaimana membentuk future-ready company, yakni embracing the future, transformational leader, leading purpose, corporate strategy, 3 national strategic-focused, dan transformation, a new roadmap for success. Enam langkah ini dapat membantu para pelaku bisnis untuk bisa sustainable growth menghadapi masa depan dengan penuh optimisme. []
Achmad Soegiarto
Asia Education Award Winner in Two Categories 2023; Satyalencana Wirakarya Presiden RI 2016; Chief Strategy Officer 2019-2023; Penulis Synergy Way of Disruption (2018) & Synergy Way of Ecosystem Collaboration (2022), Founder Sprint+ (now), Business Innovation Catalysator (now), Business Ecosystem Practitioner 2022~now.
Leave a Comment