Menghadapi tahun 2024 dan ke depan, tantangan kita untuk membentuk leadership di masa depan tidaklah mudah, kepemimpinan masa depan harus sudah diwujudkan hari ini, karena tuntutan zaman. Padahal, untuk mencapai Indonesia Emas 100 tahun kemerdekaan di 2045 dan net zero carbon 2060, saat ini sangatlah diperlukan leadership yang otentik bisa mengerahkan segala sumber daya potensi untuk menghasilkan kebanggaan nasional bahkan regional.
Sebagai gambaran, dengan hutang pemerintah naik sekitar 1,33% pada awal 2024, dari catatan per Desember 2023 sebesar Rp 8.144,69 triliun, menjadi sebesar Rp 8.253,09 triliun per Januari 2024, indeks Global Innovation Index 2023 Indonesia berada di peringkat 61. Di kategori The Global Talent Competitiveness Index 2023 INSEAD, Indonesia ranking ke-75 dari 113 negara. Menurut World Population Review 2022, nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia adalah 78,49. Skor itu menempatkan Indonesia di posisi ke-130 dari total 199 negara yang diuji. Dan apalagi menurut International Institute for Management Development (IMD), mengungkap peringkat daya saing digital 2023 bahwa Indonesia di urutan ke-45 dunia dari 64 negara. Posisi Indonesia di kawasan ASEAN masih kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand, dan sebagainya. Adanya tantangan tersebut, memacu kita untuk lebih keras dalam membangun terobosan budaya inovasi nasional dan melahirkan leader mensukseskan momentum Indonesia Emas 2045 dan sustainability 2060.
Referensi
Brent Gleeson, The Top 5 Leadership Trends That Will Drive Success In 2024, Forbes, 2024.
Jean-François Manzoni, et.all., Seven Leadership Trends to Focus On in 2024, IMD, 2024.
Marco Iansiti, Satya Nadella, Lynda Gratton, Ella F. Washington, HBR’s 10 Must Reads 2024: The Definitive Management Ideas of the Year from Harvard Business Review, Harvard Business Review Press, 2024.
Andy Ellis, 1% Leadership: Master the Small, Daily Improvements that Set Great Leaders Apart, Hachette Go, 2023.
Bradley L. Kirkman & Adam C. Stoverink, Unbreakable: Building and Leading Resilient Teams, Stanford University Press, 2023.
Bruno Lanvin & Felipe Monteiro (ed.), The Global Talent Competitiveness Index 2023: What a Difference Ten Years Make What to Expect for the Next Decade, Fontainebleau, 2023.
Frédéric Godart & Jacques Neatby, Leadership Team Alignment, Stanford Business School, 2023.
Harvard Business School, Top 4 Business Challenges Requiring Leadership Development in the Next Year, Harvard Business Publishing, 2023.
Rob Dial, Level Up: How to Get Focused, Stop Procrastinating, and Upgrade Your Life, HarperCollins 2023.
Alinda Hardiantoro & Sari Hardiyanto, IQ Rata-rata Orang Indonesia Peringkat 130 Dunia, Bagaimana Sebenarnya Kondisi Pendidikan di Indonesia? Kompas.com, 2022.
Fred Reichheld, Winning on Purpose: The Unbeatable Strategy of Loving Customers, Harvard Business Review Press, 2021.
Marie Kondo & Scott Sonenshein, Joy at Work: Organizing Your Professional Life, Hachette, 2020.
Alex Hill, “How Winning Organizations Last 100 Years,” Harvard Business Review, 2018.
Roy T. Bennet, The Light in the Heart: Inspirational Thoughts for Living Your Best Life, Roy Bennett, 2016.
Ryan W. Quinn & Robert E. Quinn, Lift: The Fundamental State of Leadership, Berret-Koehler Publisher, 2015. WIPO, The Global Innovation Index 2023: At a Glance, WIPO, 2023.
James M. Kouzes & Barry Z. Posner, Great Leadership Creates Great Workplaces, Jossey-Bass Wiley, 2013.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan itu, penulis melihat beberapa tren hasil studi global tentang pentingnya membentuk leadership di tahun 2024 ini dan ke depan. Menurut Forbes, lanskap leadership terus berkembang sebagai respons terhadap perubahan yang dinamis. Adanya tantangan secara global, teknologi, dan sosial, para pemimpin barangkali menghadapi tantangan-tantangan yang sebelumnya tidak pernah dihadapi, sehingga memunculkan tren-tren praktek leadership. Forbes sendiri menemukan ada lima tren kepemimpinan tahun ini yakni adaptive leadership, emphasis on emotional intelligence, purpose-driven leadership, remote leadership skills, dan technology & data literacy.
Harvard Business School sendiri melakukan survei pada 2023 terhadap 1.300 leader terhadap perusahaan besar di seluruh dunia. Studi ini menemukan empat tantangan leadership yang harus ditangani oleh para pemimpin di tahun 2024. Mereka menemukan empat tren yang harus diperhatikan: (1) kemunduran ekonomi, inflasi dan perubahan ekspektasi konsumen; (2) membangun kapabilitas teknologi di kalangan leader; (3) kepemimpinan yang memanusiakan di tengah-tengah perkembangan teknologi; dan, (4) strategi mengelola tim untuk bisa remote dan hybrid dalam menghasilkan outcome.
Dan, terakhir studi International Institute for Management Development (IMD) Business School Swiss yang menemukan terdapat tujuh tren leadership 2024 dari hasil studi terhadap para CEO dan pakar manajemen bisnis. Hasilnya, ketujuh tren itu yakni agile tenacity, apocalyptic leadership, AMBIDEX: a pathway for building future-ready leaders and teams, experimentation mindset, leaders and machines intersect, the imperative of mental health, dan purpose-driven leadership.
Dari ketiga studi itu, penulis rangkum ke dalam 6 tren yang penting untuk membentuk leadership hari ini di tanah air yakni agile tenacity, experimentation mindset & rebel talent, tech-savviness, humanizing leadership in the digital age, purpose-driven leadership, dan leading hybrid work strategy.
Agile Tenacity
Menurut hasil riset Harvard Business School terhadap 1.300 leaders bahwa ada tiga tantangan besar tahun 2024 ini, yakni lanskap ekonomi yang diperkirakan akan mengalami penurunan pertumbuhan dan inflasi (34%); perubahan ekspektasi konumen (31%); dan, dorongan perubahan & transformasi (28%). Perubahan ini dapat memicu perubahan di internal leadership, yakni bagaimana seorang pemimpin mampu bergerak cepat untuk merespons keadaan.
Kelincahan (agility) masih menjadi topik penting dalam pembentukan leadership ke depan. Menurut Diane Gherson dan Lynda Gratton dalam tulisannya Managers Can’t Do It All di HBR’S 10 Must Reads (2024) bahwa salah satu tuntutan pembentukan kepemimpinan di era saat ini adalah pergerakan harus lincah. Mereka bisa fleksibel menghasilkan outcome dimanapun dan kapanpun, tetapi tetap selaras (align) dengan corporate vision, mencerminkan corporate culture, dan mencapai purpose yang sama-sama diinginkan.
Menurut studi IMD, para leader saat ini dihadapkan pada serangkaian tantangan berat yang menggabungkan antara volatilitas ekonomi, gejolak politik dan sosial, serta percepatan teknologi. Kesuksesan dalam menghadapi tantangan-tantangan ini membutuhkan kepemimpinan yang dinamis dan kuat, yakni kegigihan yang lincah (agile tenacity). Kegigihan lincah ini sebagai perpaduan antara kemampuan beradaptasi (adaptation), ketahanan (resilience), dan ketabahan (grit). Achmad Soegiarto
Tetapi, sebagaimana hasil studi IMD Business School, lincah saja tidaklah cukup, melainkan juga harus tangkas. Menurut studi IMD, para leader saat ini dihadapkan pada serangkaian tantangan berat yang menggabungkan antara volatilitas ekonomi, gejolak politik dan sosial, serta percepatan teknologi. Kesuksesan dalam menghadapi tantangan-tantangan ini membutuhkan kepemimpinan yang dinamis dan kuat, yakni kegigihan yang lincah (agile tenacity). Kegigihan lincah ini sebagai perpaduan antara kemampuan beradaptasi (adaptation), ketahanan (resilience), dan ketabahan (grit). Artinya, tidak hanya mampu cepat beradaptasi terhadap keadaan baru, melainkan juga punya daya tahan banting dan semangat untuk mau bangkit kembali.
Experimentation Mindset & Rebel Talent
Kita sering melihat eksperimen sebagai salah satu dari kemampuan leadership yang sebelah mana. Menerapkan strategi yang sudah proven tampaknya baik-baik saja, tetapi tidak memilih untuk bereksperimen dan mengambil risiko. Namun, sebagaimana hasil studi IMD menemukan membawa masa depan ke masa kini dan berani bereksperimentasi merupakan kemampuan kepemimpinan yang penting. Karena itu, penulis menggagas “one student, one employee, one innovation” sebagai langkah agar mahasiswa ataupun karyawan calon leader harus berani ekperimentasi untuk berinovasi.
Bagaimana cara experimentation mindset ini penting? Untuk mengembangkan pola pikir dan berani eksperimen dengan menerima ketidakpastian dengan mendorong setiap individu untuk melakukan eksperimen mikro (micro-experiment). Ini adalah dorongan keberanian untuk memulai perubahan kecil, sederhana, namun berdampak pada area tanggung jawab langsung Anda seperti mengubah rutinitas rapat, menyederhanakan template pelaporan, atau mengubah pendekatan percakapan secara sistematis. Yang penting adalah mencoba, melakukan, belajar, dan mencoba lagi. Hal ini mengarah pada pola pikir berkembang yang selalu dibutuhkan para leaders.
Untuk mengembangkan pola pikir dan berani eksperimen pada tim yaitu mendorong setiap individu untuk melakukan eksperimen mikro (micro-experiment). Ini adalah dorongan keberanian untuk memulai perubahan kecil, sederhana, namun berdampak. Achmad Soegiarto
Prinsip berani bereksperimen itu merupakan bagian dari upaya membentuk kepemimpinan kepada junior ataupun mentee agar mereka mau terus berbenah (continuous improvement). Seperti diungkapkan oleh Andy Ellis dalam buku 1% Leadership (2023) tentang pentingnya sebuah individu, tim dan organisasi yang berani melakukan eksperimen dan berbenah sekecil apapun dapat menghasilkan perubahan mengesankan. Oleh karena itu, bisa dipahami jika Francesca Gino di buku Rebel Talent (2018) mengungkapkan jangan dianggap remehnya rebel talent. Mereka punya modal keberanian, kritis, mempertanyakan apapun yang ada (existing condition), dan berani mencoba melakukan hal baru. Rebel talent ini adalah aset penting untuk organisasi agar terus punya semangat bereksperimen.
Jangan anggap remeh rebel talent. Mereka punya modal keberanian, kritis, mempertanyakan apapun yang ada (existing condition), dan berani mencoba melakukan hal baru. Rebel talent ini adalah aset penting untuk organisasi agar terus punya semangat bereksperimen. Achmad Soegiarto
Tech-Savviness
Menurut hasil survei Harvard Business School menunjukkan bahwa seorang leader ke depan perlu membangun keahlian teknologi di semua level (tech-savviness). Dari hasil survei, 46% responden mengatakan pentingnya antisipasi lebih dini untuk mengadaptasi perkembangan teknologi, seperti Generative Artificial Intelligence (GenAI). Adanya perubahan teknologi ini mendorong kebutuhan para pemimpin yang dapat menguasai teknologi di semua level. Satu dari tiga responden mengatakan kemampuan pemimpin terhadap teknologi dapat membuat perusahaan tetap berada di papan atas.
Menurut hasil survei Harvard Business School menunjukkan bahwa seorang leader ke depan perlu membangun keahlian teknologi di semua level (tech-savviness). Dari hasil survei, 46% responden mengatakan pentingnya antisipasi lebih dini untuk mengadaptasi perkembangan teknologi, seperti Generative Artificial Intelligence (GenAI). Adanya perubahan teknologi ini mendorong kebutuhan para pemimpin yang dapat menguasai teknologi di semua level. Achmad Soegiarto
Persinggungan antara mesin yang digerakkan oleh manusia dan GenAI menjadi lebih penting dibandingkan sebelumnya. Hal ini mengubah industri dan perekonomian, namun kita sebagai masyarakat masih belum tahu persis apa yang harus dilakukan – bagaimana cara berkolaborasi dan batasan apa yang harus kita terapkan. Realitas pentingnya GenAI yang ada saat ini berkisar dari pengambilan keputusan yang lebih baik, yang dapat meningkatkan perencanaan strategis dan menciptakan respons yang lebih tangkas, tantangan yang dihadapi perusahaan, hingga kepemimpinan berbasis data di mana para leader dapat mengandalkan GenAI untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang perusahaan, tenaga kerja, pelanggan, dan perusahaan mereka, dan pasar.
Humanizing Leadership in the Digital Age
Walaupun kebutuhan terhadap kemampuan teknologi semakin meningkat, di sisi lain para pemimpin ditekankan tentang pentingnya kemampuan memimpin orang secara emosional yang meliputi menginspirasi memotivasi, dan mendorong mereka berkembang ke next level. Dalam hasil surveinya, Harvard Business School menemukan dua tantangan ke depan yakni membangun budaya inklusif dan beragam (31%), dan mendorong inspirasi dan motivasi di antara karyawan (30%).
Para pemimpin saat ini mempunyai tugas lebih dari sekedar pengambilan keputusan strategis dan mengarahkan tim mereka menuju tujuan. Mereka juga menghadapi serangkaian tekanan kompleks yang dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan mental (mental health). Menyongsong tahun 2024, tren penting dalam kepemimpinan adalah meningkatnya fokus dalam mengelola tidak hanya kesehatan mental seseorang, melainkan juga anggota tim. Apalagi, secara global, kesehatan mental tim harus diperhatikan dalam organisasi.
Para pemimpin didorong untuk memprioritaskan pengelolaan stres dan kelelahan tim agar dapat memberikan produktivitas yang efektif. Mengintegrasikan strategi kesehatan mental ke dalam praktik kepemimpinan sangatlah penting. Achmad Soegiarto
Para pemimpin didorong untuk memprioritaskan pengelolaan stres dan kelelahan tim agar dapat memberikan produktivitas yang efektif. Mengintegrasikan strategi kesehatan mental ke dalam praktik kepemimpinan sangatlah penting. Para pemimpin semakin perlu memupuk lingkungan di mana anggota tim merasa nyaman mendiskusikan kesehatan mental serta menyediakan akses terhadap sumber daya dan dukungan. Dukungan proaktif dapat mengurangi stigma, membantu mencegah masalah yang lebih signifikan, dan berkontribusi pada tim yang lebih terlibat dan produktif. Pemimpin yang mengikuti tren ini akan memiliki posisi yang lebih baik untuk memimpin dengan ketahanan dan efektivitas di tempat kerja modern. Pemimpin yang sehat secara mental memberikan contoh positif bagi timnya dan lebih siap untuk menangani tantangan di tempat kerja.
Purpose-Driven Leadership
Menurut IMD, kini ada tren dimana karyawan ataupun anak buah semakin mencari tujuan dalam pekerjaan mereka. Pemimpin yang dapat mengartikulasikan dan menyelaraskan organisasi mereka dengan tujuan yang jelas, selain mencari keuntungan, akan terus diterima oleh karyawan dan konsumen. Inilah purpose-driven leadership. Banyak tren global, seperti keberlanjutan, keadilan sosial, dan tanggung jawab lingkungan, memiliki corak berbeda dari kepemimpinan berbasis nilai. Dalam hal ini, penulis pernah katakan dalam artikel leading with purpose di kumpulan artikel www.achmadsoegiarto.com, dimana mempunyai tiga karakteristik yaitu alasan keberadaan organisasi (start with why), kontribusi (impact player), dan memberi makna pada pekerjaan sehari-hari (giving meaning).
Purpose-driven leadership memiliki tiga karakteristik, mereka jelas mengenai misi (apa yang mereka katakan); mereka menyelaraskan tindakan mereka, dan bertindak secara konsisten (apa yang mereka lakukan); dan akhirnya, mereka otentik (apa yang mereka wujudkan). Achmad Soegiarto
Purpose-driven leadership memiliki tiga karakteristik, mereka jelas mengenai misi (apa yang mereka katakan); mereka menyelaraskan tindakan mereka dan bertindak secara konsisten (apa yang mereka lakukan); dan akhirnya, mereka otentik (apa yang mereka wujudkan). Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tantangannya adalah menjembatani tujuan individu dan organisasi ketika keduanya berbeda.
Leading Hybrid Work Strategy
Di samping memiliki keterampilan tentang teknologi, para leader ke depan diharapkan mampu mengelola tim bekerja secara remote dan bagaimana agar mereka bisa berkolaborasi secara efektif dan efisien menghasilkan outcome. Hasil survei Harvard Business School bahwa 48% responden mengatakan adanya kebutuhan peningkatan produktivitas dan pertumbuhan bisnis di tengah adaptasi gig dan hybrid.
Lingkungan kerja hibrid menggabungkan elemen remote-work dan in-office work. Karyawan memiliki fleksibilitas untuk bekerja dari rumah, kantor satelit, atau kantor utama perusahaan, tergantung pada peran dan preferensi mereka. Bekerja ala hibrid menawarkan beberapa keuntungan, seperti peningkatan keseimbangan kehidupan kerja, pengurangan waktu perjalanan, dan peningkatan akses ke kumpulan talenta global. Namun, hal ini juga menimbulkan serangkaian tantangan kepemimpinan yang unik.
Dalam lingkungan kerja hybrid, anggota tim mungkin berjauhan secara fisik satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan rasa terisolasi. Leader harus menemukan cara untuk memupuk kohesi tim, kolaborasi, dan rasa memiliki, bahkan ketika anggota tim tidak berada di satu lokasi. Selain itu, komunikasi menjadi lebih menantang dalam lingkungan kerja hybrid. Para leaders perlu memastikan bahwa informasi dibagikan secara konsisten, bahwa semua anggota tim selalu mendapat informasi terbaru, dan miskomunikasi diminimalkan. Mencapai keseimbangan yang tepat antara alat komunikasi digital dan interaksi tatap muka sangatlah penting.
Bagi para leader, menilai kinerja karyawan dalam kondisi hybrid bisa jadi lebih sulit. Pemimpin harus mengandalkan metrik berbasis hasil (outcome) dan memastikan bahwa karyawan mencapai tujuan mereka. Hal ini memerlukan peralihan dari pemantauan tradisional berbasis waktu ke berorientasi pada hasil. Lalu, yang tak kalah penting adalah mempertahankan dan memelihara budaya perusahaan dapat menjadi tantangan ketika anggota tim hybrid. Para pemimpin harus menemukan cara-cara kreatif untuk memperkuat nilai-nilai dan budaya organisasi, memastikan bahwa nilai-nilai dan budaya tersebut tetap kuat dan kohesif.
Bagi para leader, menilai kinerja karyawan dalam kondisi hybrid bisa jadi lebih sulit. Pemimpin harus mengandalkan metrik berbasis hasil (outcome) dan memastikan bahwa karyawan mencapai tujuan mereka. Achmad Soegiarto
Kesimpulan
Dengan adanya ke-6 tren seperti di atas, berdasarkan temuan-temuan kami dari studi Harvard Business School, Forbes, IMD, dan pakar-pakar lainnya, tren-tren itu diharapkan dapat membantu para leader memetakan kebutuhan dalam membentuk leadership hari ini dan ke depan. Dengan demikian, para leader dapat bersiap-siap menghadapi tantangan di masa depan dan meraih kemandirian di 2045 dan keberlanjutan net zero emissions pada 2060. []
Penulis: Achmad Soegiarto
Asia Education Award Winner in Two Categories 2023; Satyalencana Wirakarya Presiden RI 2016; Chief Strategy Officer 2019-2023; Penulis Synergy Way of Disruption (2018) & Synergy Way of Ecosystem Collaboration (2022), Business Ecosystem Practitioner 2022~now.
Leave a Comment