The Spirit of Patriotism & Love for Our Country

Akhir-akhir ini, media sosial diramaikan tentang buruknya kualitas udara di Jakarta. Kini, orang-orang kerap membagikan peta kondisi kualitas udara di lingkungannya. Mereka pun semakin memiliki kesadaran untuk menggunakan masker kembali, meminimalisasi pengeluaran emisi karbon dalam setiap aktivitasnya.

Merekapun bersuara dan mengkritik Pemerintah Daerah khususnya mengenai buruknya kualitas udara di DKI. Akhirnya, Presiden Jokowi melakukan rapat terbatas (ratas) dengan beberapa Menteri dan Gubernur DKI Jakarta untuk menyelesaikan isu buruknya kualitas tersebut. Ratas kemudian menghasilkan penanganan jangka pendek, menengah, dan panjang.

Hal ini semakin menyadarkan masyarakat, Pemerintah, Bisnis dan komunitas bahwa betapa krusialnya penanganan persiapan antisipasi perubahan iklim (climate change) di dalam keseharian kita. Bahkan, di kalangan pebisnis, menurut Deloitte bahwa sekitar 7.000 perusahaan global menghadapi risiko US$ 1 triliun dalam bisnisnya akibat perubahan iklim. Dengan begitu menjadi ancaman yang serius, The Carbon Disclosure Project mengumpulkan data sekitar 4.800 perusahaan global secara kolektif melaporkan upaya efisiensi rantai pasokan sebesar 551 juta metrik ton karbon dan penghematan biaya sebesar US$ 14 miliar, pendekatan termasuk smarter packaging, product life cycle analyses, dan circular design. Dengan demikian, perubahan iklim juga berpeluang untuk melakukan efisiensi bisnis.

Oleh karena itu, mau tidak mau, kita pun harus makin sadar, di tengah peringatan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2023 menjadi momentum hidup sehat secara sistematis. Penulis melihat bahwa semangat 2023, seperti dilakukan oleh pendahulu para pahlawan dalam memerdekakan Indonesia, kali ini harus menpunyai spirit mewujudkan Indonesia Sehat, dengan semakin memperhatikan kolaborasi ekosistem dunia, maka menjadi hal penting gagasan Indonesia World Ecosystem 2060, adalah bagaimana Indonesia dapat mewujudkan cita-cita sebagai negara net zero emission, dengan menggalang kolaborasi ekosistem nasional, bahkan dunia. Mengapa? Dengan modal kekayaan alam, mega biodiversity & paru-paru dunia, Indonesia seharusnya mampu berperan besar di kancah global untuk mengurangi dampak perubahan lingkungan. Untuk mencapai target tersebut, memang tidak bisa dilakukan sendiri.

Obligation & Opportunity

Michael Raynor & Derek Pankratz berpendapat bahwa krusialnya perubahan iklim telah memicu korporat memiliki kewajiban (obligation) untuk turut berkontribusi menanggulanginya, sekaligus menjadi peluang untuk dapat berkembang berkelanjutan (sustainble). “No matter what industry a business is in or which customers it serves, averting catastrophic levels of planetary warming presents leaders with both an obligation and an opportunity,” tulis Michael Raynor & Derek Pankratz dalam whitepaper A New Business Paradigm to Address Climate Change pada Deloitte Insights (Oct, 2020).

No matter what industry a business is in or which customers it serves, averting catastrophic levels of planetary warming presents leaders with both an obligation and an opportunityMichael Raynor & Derek Pankratz

Untuk menyambut kewajiban dan peluang tersebut, kita perlu memetakan roadmap jangka panjangnya. Penulis melihat sedikitnya dibutuhkan BIG LEAP & GREAT MOVE, 2 Leap (lompatan) menuju 2060 sebagai milestone dalam bisnis kedepan paralel menyelesaikan permasalahan perubahan iklim.

Pertama, Leap-1, penulis mempersepsikan tahun 2045 adalah tahun kunci sebagai tonggak membangun Indonesia yang mandiri, mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan berhasil menggerakkan dan menguatkan karya anak Bangsa, semakin tidak banyak bergantung pada pihak lain. Dengan momentum mencapai peringatan seratus tahun kemerdekaan yang akan datang maka Indonesia 2045 adalah harus terwujud bangsa yang mandiri dan berpendapatan laiknya negara maju. Dengan modal kemandirian, maka bukan tidak mungkin bisa mengejar target net zero emission dalam perubahan iklim di 2060.

Kedua, Leap-2, bila 2045 adalah tonggak nasional dan melihat inward looking, maka tahun 2060 adalah hasil dari mendorong milestone bagi dunia dan lingkungan global. Ini sebagai langkah outward looking. Mengapa? Dengan modal kekayaan alam dan mega biodiversity, Indonesia sangatlah memungkinkan menjadi pionir negara yang peduli terhadap lingkungan.

Ecosystems for Ecosystems

Banyak pakar mempunyai pendapat sama bahwa penyelesaian perubahan iklim tidaklah bisa dilakukan sendiri atau pada sektor industri tertentu. Ini harus diselesaikan bersama, lintas-sektor, antar-pemangku kepentingan (institusi bisnis, Pemerintas, lembaga swadaya masyarakat, dll.). Untuk itu, BCG menyebutnya ecosystems for ecosystems. Guna menyelamatkan lingkungan hidup (ekosistem), maka harus dilakukan secara bersama (business ecosystem). Di samping itu, penyelesaiannya pun tidak cukup mitigasi atau adaptasi, melainkan harus menciptakan nilai baru (value creation) agar dapat berkesinambungan.

Guna menyelamatkan lingkungan hidup (ekosistem), maka harus dilakukan secara bersama (business ecosystem).achmad soegiarto

Michael Raynor & Derek Pankratz pun mengembangkan model bagaimana memetakan perusahaan hingga ekosistem dalam menyelesaikan permasalahan perubahan iklim. Raynor & melihat ada tiga inisiatif yang yakni adapt, mitigate, dan create value. Adapt adalah upaya melakukan penyesuaian atau perbaikan kondisi saat ini untuk meminimalisasi perubahan iklim. Mitigate ialah upaya mengurangi karbon emisi yang berkaitan dalam rantai bisnis. Create value adalah memanfaatkan perubahan iklim sebagai business opportunity agar bisa sustainable.

Sementara itu, aktor yang terlibat dalam menyelesaikan perubahan iklim ini, Michael Raynor & Derek Pankratz mengidentifikasi ada tiga level yakni company action, industry action, dan ecosystem action. Company action adalah inisiatif dan tindakan yang fokus pada internal dalam mencegah, mengurangi atau memanfaatkan perubahan iklim sebagai business opportunity. Industry action adalah aksi bersama dalam satu kategori industri untuk merespons perubahan iklim. Tidak menutup kemungkinan dapat bekerjasama dengan kompetitor. Ecosystem action adalah upaya lintas sektor dan pemain (profit-oriented, government, non-profit institution, society) untuk bertindak dalam merespons perubahan iklim.

Building Sustainability into Strategy

Menurut Michael E. Porter dan Forest L. Reinhardt dalam tulisannya A Strategic Approach to Climate di Harvard Business Review (2007) mengatakan bahwa agar perubahan iklim menjadi isu strategis yang turut ditangani perusahaan, maka perusahaan harus memasukkannya ke dalam strategi & inisiatif. Artinya, isu perubahan iklim tidak direspons sekadar program-program jangka pendek atau gimmick, melainkan core strategy yang turut menentukan arah perusahaan. “The effects of climate change on companies’ operations are now so tangible and certain that the issue is best addressed with the tools of the strategist, not the philanthropist,” tulis Michael E. Porter dan Forest L. Reinhardt. 

The effects of climate change on companies’ operations are now so tangible and certain that the issue is best addressed with the tools of the strategist, not the philanthropist.Michael E. Porter dan Forest L. Reinhardt

Menurut Michael E. Porter and Forest L. Reinhardt, untuk sukses dalam menghadapi ancaman krisis perubahan iklim, maka perusahaan harus berbenah. Melampaui strategi. Perubahan harus masuk ke dalam operasional harian sehingga dampaknya besar dan nyata. Kesadaran lingkungan bisa masuk dalam wilayah operasional karena dianggap dapat memicu perubahan perilaku konsumen dan berkontribusi pada lingkungan.

Pakar strategi itu mencontohkan bagaimana di outbound activities yakni sales atau after-sales, perusahaan dapat menyediakan service delivery yang peduli terhadap time management agar tidak delay sehingga meminimalisasi karbon emisi. Atau, dalam Ecosystems for Ecosystems: How Business Ecosystems Can Enable Collective Action Against Climate Change (Nov, 2021), pemain platform dapat mendorong terjadinya standardisasi kepedulian terhadap lingkungan. Misalnya, pemain marketplace bisa menerapkan standardisasi pro-sustainability kepada seluruh seller-nya. Menurut kajian BCG, ini dapat berdampak signifikan. []

Penulis: Achmad Soegiarto, Penerima Satyalencana Wirakarya Presiden RI 2016.

Post navigation

Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *